Lukisan Sultan Saifuddin dari Tidore (bertahta 1657-1689)
Kesultanan Tidore adalah kerajaan Islam yang berpusat di
wilayah Kota Tidore, Maluku Utara, Indonesia sekarang. Pada masa kejayaannya
(sekitar abad ke-16 sampai abad ke-18), kerajaan ini menguasai sebagian besar
Halmahera selatan, Pulau Buru, Ambon, dan banyak pulau-pulau di pesisir Papua
barat.
Pada tahun 1521, Sultan Mansur dari Tidore menerima Spanyol
sebagai sekutu untuk mengimbangi kekuatan Kesultanan Ternate saingannya yang
bersekutu dengan Portugis. Setelah mundurnya Spanyol dari wilayah tersebut pada
tahun 1663 karena protes dari pihak Portugis sebagai pelanggaran terhadap Perjanjian
Tordesillas 1494, Tidore menjadi salah kerajaan paling independen di wilayah
Maluku. Terutama di bawah kepemimpinan Sultan Saifuddin (memerintah 1657-1689),
Tidore berhasil menolak pengusaan VOC terhadap wilayahnya dan tetap menjadi
daerah merdeka hingga akhir abad ke-18.
Kerajaan Tidore terletak di sebelah selatan Ternate. Nama tidore merupakan gabungan dari dua rangkaian kata, yaitu bahasa Arab dialek Irak; anta thadore yang artinya “kamu datang” dan bahasa Tidore; to ado re yang artinya “aku telah sampai”. Nama tersebut menggantikan nama yang awalnya Kie Duko. Letak: di sebelah selatan Kerajaan Ternate. Menurut
silsilah raja-raja Ternate dan Tidore, Raja Ternate pertama adalah Muhammad
Naqal yang naik tahta pada tahun 1081 M. Baru pada tahun 1471 M, agama Islam
masuk di kerajaan Tidore yang dibawa oleh Ciriliyah, Raja Tidore yang
kesembilan. Ciriliyah atau Sultan Jamaluddin bersedia masuk Islam berkat dakwah
Syekh Mansur dari Arab
Raja Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan
Sultan Nuku (1780-1805 M). Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore
untuk bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris. Belanda kalah serta
terusir dari Tidore dan Ternate. Sementara itu, Inggris tidak mendapat apa-apa
kecuali hubungan dagang biasa. Sultan Nuku memang cerdik, berani, ulet, dan
waspada. Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak diganggu, baik oleh Portugis,
Spanyol, Belanda maupun Inggris sehingga kemakmuran rakyatnya terus meningkat.
Wilayah kekuasaan Tidore cukup luas, meliputi Pulau Seram, Makean Halmahera,
Pulau Raja Ampat, Kai, dan Papua. Pengganti Sultan Nuku adalah adiknya, Zainal
Abidin. Ia juga giat menentang Belanda yang berniat menjajah kembali.
Keraton Kesultanan Tidore
Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Tidore
dalam kehidupan sehari-harinya banyak menggunakan hukum Islam . Hal itu dapat
dilihat pada saat Sultan Nuku dari Tidore dengan De Mesquita dari Portugis
melakukan perdamaian dengan mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Qur’an.
Kerajaan Tidore terkenal dengan rempah-rempahnya, seperti di
daerah Maluku. Sebagai penghasil rempah-rempah, kerajaan Tidore banyak
didatangi oleh Bangsa-bangsa Eropa. Bangsa Eropa yang datang ke Maluku, antara
lain Portugis, Spanyol, dan Belanda.
Kemunduran Kerajaan Tidore disebabkan karena diadu domba
dengan Kerajaan Ternate yang dilakukan oleh bangsa asing ( Spanyol dan Portugis
) yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut.
Setelah Sultan Tidore dan Sultan Ternate sadar bahwa mereka telah diadu Domba
oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir
Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak
bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan
rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata
kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.